Oleh : Cici Andriyani
Hari ini, hari yang melelahkan ya Allah….. Satu hari ini seperti tidak ada berhentinya. Satu agenda selesai disusul dengan agenda selanjutnya. Tanpa berpikir, padahal ini weekend. Tanpa berpikir padahal besok UTS dan belum sama sekali membuka buku. Masya Allah….. . Tapi, lelah ini sebelumnya juga pernah kualami. Tepatnya, saat YRCC (Youth Red Cross Competition se-Jawa) tahun 2012. Waktu itu Anik sebagai koordinator bazaar dan sebenarnya Anik tidak begitu berpengalaman. Ditambah, anggota bazaar banyak yang izin saat hati H. Bayangkan, betapa kocar-kacirnya Anik. Sampai-sampai Anik membuat uang 1.000.000 melayang begitu saja disebabkan kesalahan dan miskomunikasi pemesanan makan peserta. Dan Anik benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Sungguh sangat tragis kejadian waktu itu.
Namun, dibalik kelelahannya hari ini. Ternyata Allah telah menyiapkan kado spesial, memberikan Anik sebuah kejutan. Dan skenario Allah memang benar indah dan cantik. Allah mempertemukan Anik dengan mba kosnya yang dulu ketika semester 1 dan 2 satu kos. Bagi Anik beliau mba yang paling baik dan hingga kini tahun ketiga Anik di kos binaan belum ada yang seperti mba kosny itu, belum ada mba kos yang bisa menggantikan kedudukannya di hati Anik, karena Beliau begitu istimewa. Namanya mba Putri, lengkapnya Nur Putri Adi Satiti kalau.
Allah mempertemukan kami di tempat yang baik yaitu MUA (Masjid Ulul Albab UNNES). Samar-samar Anik melihat dari jauh, antara kelihatan dan tidak kelihatan, antara kenal dan tidak kenal. Lalu setelah hamper dekat Anik baru menyadari itu adalah wajah yang tidak asing baginya, wajah yang dua tahun lamanya ingin Anik lihat tapi tidak bisa. Serta-merta Anik berteriak histeris dan memanggil namanya “Mba Putri!!!!!!!”, Tak mau kalah mba Putri juga memanggil Anik, “De Anik!!!!!!!!”. Langsung saja Anik jabat tangannya dan kami berpelukan. Dan pelukan itu adalah pelukan yang paling erat yang pernah dirasakan. Begitu eratnya, sampai-sampai Anik ingin waktu ini berhenti sejenak agar pelukan ini tidak segera beranjak, agar pertemuan ini tidak segera berakhir. Ya Allah begini agung dan nikmatnya persaudaraan, meskipun kami bukanlah saudara kandung. Namun, Engkau mempertemukan kami sebagai saudara seiman yang sama-sama saling mencintai karenaMu. Hanya Engkau dan mba Dionglah yang tahu, yang saat itu kebetulan mba Diong menemani mba Putri. Tahu akan pertemuan dua hati yang saling terkait ini dan merasakan indahnya pertemuan ini.
Mba Pu, teman-teman, dan adik-adik kos dulu biasa menyapanya adalah sosok yang luar biasa, baik dan perhatian. Sosok yang penuh keteladanan yang kalau tengah malam sering sms Anik untuk qiyamul lail. Mba Putri yang selalu menilai objektif setiap persoalan dan memberikan argument-argumen bijaksana tanpa merugikan pihak manapun. Anik ingat sekali dulu waktu perkenalan kos Anik mengatakan kalau, “Anik itu orangnya pendiam dan pemalu”. Lanta ba Pu protes dengan disertai senyum renyahnya, “Halah, koyo ngono kok pendiam dan pemalu. Pendiam dan pemalu dari Hongkong, haha”. Sejak saat itu, sifat pendiam dan pemalu yang dibawa Anik sejak SMA sedikit demi sedikit berkurang.
Baru dua hari yang lalu, sebelum pertemuan ini terjadi Anik mengadu dan mengungkapkan keinginannya kepada Allah, kalau Anik ingin dan butuh mendekap serta memeluk pundak seorang mba, yang dengan itu masalah yang dimiliki serta beban-beban amanah yang dimiliki tidak terasa berat lagi. Mengadu kepada Allah merupakan obat paling mujarab sehingga Anik tidak perlu menyimpan dan menanggung masalahnya sendiri. Hal ini terjadi semenjak Anik sekamar sendiri karena ditinggal pergi teman sekamar disebabkan ada kasus yang itu dikategorikan melanggar aturan kos binaan.
“Anik kesepian ya Allah………. Anik ingin memeluk pundak itu”.
Dan tahukah saat Anik mengatakan ingin memeluk, Anik sambil membayangkan sedang memeluk seseorang, memeluk mba kandungnya yang sudah lama meninggal saat berumur satu bulan karena terkena penyakit kulit. Sejak kecil hingga dewasa memang tak pernah Anik merasakan dipeluk seseorang. Pun bapak, ibunya belum pernah, kecuali Anik berinisiatif untuk memeluk salah satu dari
keduanya. Anik juga tidak memiliki saudara perempuan, kedua kakaknya laki-laki dan tidak akan mungkin menyandarkan bahunya pada mereka.
Allah menyayangi dan mendengar jerit payah Anik. Tanpa disangka-sangka Allah pertemukan Anik dengan mba yang sudah dianggap mba kandungnya. Anik yang dulu tidak memiliki mba, setelah pindah ke Semarang justru mendapat pengganti mba-mba yang luar biasa. “Terima kasih ya Allah…… Anik ingin pertemuan itu kembali terjadi”.