Oleh : Annisa Malikhah Ardhianti
Sebelumnya perkenalkan, namaku Fatimatus Zahra. Aku punya sedikit kisah yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Dan aku berharap, semoga kita sama-sama bisa memetik pelajaran yang berharga dari kisahku ini.
Aku hidup diantara orang-orang yang menyayangiku. Ayahku, ibuku dan kedua adikku. Ayahku adalah seorang guru SMA. Sedang ibuku bekerja di kantor kecamatan. Pekerjaan mereka terlihat mapan bukan ?. tapi taukah kalian ?? ayahku hanyalah guru bantu yang sudah sekian lama menunggu diangkat sebagai pegawai negri. Tetapi, sampai detik ini, sampai umurnya yang hampir setengah abad, namanya tak pernah tercantum di pengumuman “CPNS”. Ayahku sudah menjadi guru sejak tahun 1992. Tetapi ibuku lebih beruntung, meskipun ia hanya lulusan SMA, tetapi bisa bekerja dikantor kecamatan. Yang gajinya jauh diatas ayah.
Sobat, bahkan aku menganggap hidup keluargaku bergantung pada pekerjaan ibu. Bagaimana tidak ? ayahku hanya mendapat gaji Rp 250.000,_ perbulan. Zaman sekarang, cukup buat apa uang segitu?? Untuk hidup ayahku sendiripun tidak cukup. Tetapi, kami tetap menghormati ayah sebagai kepala rumah tangga. Sobat, pernah sekali. Saat aku terbangun tengah malam karena haus, tak sengaja aku melihat ayah sedang berdo’a.sepertinya ayah baru saja selesai solat tahajud. Taukah kalian shobat ? Apa yang ayah panjatkan dalam do’anya ?.
“ya allah, terimakasih engkau telah memberikan hamba keluarga yang sangat menyayangi hamba.hamba tau dengan apa yang hamba lakukan selama ini sama sekali tidak membuat mereka bahagia. Tetapi mereka tetap menghormati hamba sebagai imam mereka. Ya allah lindungilah keluarga kecil hamba ini, hamba mohon.“
Dan sekali itu aku melihat ayah menangis dalam sujudnya. Bahkan sampai tersedu-sedu. Shobat? Hatiku benar-benar terasa sesak melihat akan hal itu. Aku tak bisa menahan lagi, air matakupun jatuh juga. Selama ini aku tak pernah melihat ayah menangis. Sekalipun.
Setiap hari, yang kulihat adalah seorang ayah yang berwibawa, seorang ayah yang tegas, dan seorang ayah yang kuat. Tetapi malam itu, aku melihat seorang ayah yang lemah. Seorang ayah yang berbeda dari biasanya. “kita akan menjadi lemah jika berhadap pada tuhan”
Sobat, aku ingat. Pernah aku marah sama ayah, karena ayah tak mengizinkan aku mengikuti extra dance di sekolah. Padahal 3 bulan yang akan datang dance dari sekolah akan mendapat tawaran dari Jakarta. Dan itu adalah kesempatan emas buatku. Tapi karena ayah melarang, aku mengundurkan diri dari extra tersebut. Mungkin ayah takut jika aku menjadi dancer aku akan melepas
jilbabku.
Beberapa hari aku puasa ngomong sama ayah. Tetapi ayah tak pernah memperlihatkan wajah marah padaku, justru ia selalu tersenyum setiap melihatku. Tetapi lama kelamaan aku lupa juga dengan masalah itu. Sobat? Setiap hari ayahku berangkat sekolah jam setengah 6 bahkan terkadang sehabis sholat subuh ayah sudah berangkat. Gak mungkin kan kalian berangkat sepagi itu?? Bahkan justru kalian mungkin masih tidur. Dengan jadwal yang sepagi itu, ayah juga harus pulang jam setengah 4 sore. Tidak adil bukan ?? dengan jam kerja ayah yang begitu banyak dan dengan tanpa imbalan yang
sepantasnya ayahku dapatkan.
Ayahku sekalipun dan sama sekali tidak akan meninggalkan pekerjaannya itu. Ia ingin tetap menjadi seorang guru. Mendidik siswa-siswinya. Dan ayah sangat mencintai pekerjaannya ini. Sobat ?? terkadang aku merasa cemburu dengan siswa-siswi ayah yang mendapat perhatian lebih dari ayah. Sobat, waktu begitu cepat berlalu, hingga waktu ujian nasional tiba. 3 hari berperang, 3 hari penentuan itu sudah dimulai. Sebelum berangkat aku selalu mencium tangan ayah dan ibuku. Tak lupa juga ayah selalu mencium keningku serta kudengar lirih, ia membacakan sedikit-sedikit do’a untukku. Sobat ?? kejadian yang tak akan pernah aku lupakan. Saat hari penentuan itu tiba, aku sangat bahagia. Aku dinyatakan “LULUS” dan di kategorikan sebagai siswa berprestasi. Ini akan menjadi kabar baik untuk ayah dan ibuku. Tapi sobat ?? kebahagiaan itu hanya sekejap. Saat aku tiba di depan rumahku, sudah banyak sekali orang-orang yang berada di rumah. Aku tak tau apa yang terjadi. Dari depan pintu yang ku lihat tubuh kaku terbungkus kain telah tergeletak tak benafas diatas meja panjang. Dari situ aku sadar, siapa yang pergi saat itu. Tiba-tiba ibuku berdiri dan memelukku. Kertas tanda lulusku ku genggam erat. Air mataku tak sanggup aku sembunyikan. Aku fikir hari ini tangisku akan menjadi tangis haru bahagia, melihat ayah dan ibu tersenyum, melihat amplop putih berisi kertas yang tertulis namaku dinyatakan lulus. Tapi aku tak tau rencana tuhan untuk keluargaku. “ayahku telah pergi”. Aku terduduk disamping ayah dan berbisik padanya.
“Mana janji ayah, jika aku lulus dengan nilai yang baik ayah akan memberiku hadiah??”
Aku memeluk tubuh ayah dengan erat. Menciumi wajahnya dengan derasnya air mata.
Sobat?? Hari itu aku benar-benar merasa sangat kehilangan. Satu sisi yang tidak aku ketahui dari ayahku sendiri. Beliau menjadi peloper Koran seusai mengajar di sekolah, dan itu yang menyebabkan beliau pulang sore. Itu menjadi hal yang membuat hatiku begitu teriris dan aku sangat-sangat menyesal. Aku tak tau sebegitu besar pengorbanan ayah untuk keluarga ini. Betapa lelahnya beliau dengan pekerjaanya. Berpanas-panasan, yang terkadang juga di caci. Tuhan…. Andai aku tau itu, aku tak akan lagi banyak menuntut ayahku.
Dan taukah sobat ?? satu hal lagi yang membuat aku sangat-sangat menyesal. Telah ramai diberitakan di media-media cetak dan media elektronik, jika 7 dancer terlibat dalam pesta narkoba. Dan kalian tau shobat?? Semua Itu adalah teman-teman dancer ku dulu disekolah. Sekarang aku tau alasan kenapa ayah melarang ku waktu itu.
Tuhan… andai ayah bisa kembali lagi …. Andai aku tau engkau memberiku waktu sesingkat ini bersama ayahku..Aku berjanji tak akan pernah membuatnya kecewa lagi ..Tapi itu semua takdir darimu, aku tak berhak mencampurinya.. Sekarang aku tau arti seseorang dalam hidupku..
Ayah,,, tanpa imbalan, dengan ikhlas, dengan sabar, dengan telaten tetap memberikan ilmu-ilmunya pada anak-anaknya. Itu karena ayahku seorang pahlawan, rela berkorban demi anak didiknya. Bekerja dengan gaji yang bahkan tak cukup untuknya sendiri. Bukan harta dan tahta yang beliau cari, tapi keberkahan ilmu yang tuhan berikan untuknya.
Semoga tuhan memberikan tempat tebaiknya buat ayah. Aku sangat mencintai ayah.
Tulisan ini dilombakan di Lomba Tulisan Inspirasi 2014