Oleh : Pitro Saputra
Dulu waktu jadi santri tidurku teratur jam 22.00 WIB. Sekarang gak teratur lagi. Kebanyakkan begadang,,,sebelum tidur doa bersma-sama sambil ngangguin yang lagi ngantuk. Bangun subuh jam 04.00 WIB belum bangun di paksa bangun sambil dipukuli dengan sejadah oleh “mudabir,pengurus”. yang killer “kom,,,kom,,,kom,,,kom,,, yaa akhi”Triak Imam Syubani. Sekarang bangun subuhnya ngak teratur lagi, ngak ada lagi yang teriak-triak, ngak ada yang nyiramin, bahkan ngak ada lagi yang namanya jaras.Lonceng’’. Hobi ngaji setiap hari, hobi ngopi bareng santri-santri, tebar pesona alias nampang sama santriwati,kejar –kejaran sama ustadz Amin, antri, bahkan hobi masuk mahkamah tiap malam. Apalagi mahkamah “kismul amnii, bagian keamanan”.yang paling ditakuti semua santri. Di mahkamah kismulamni tiap malam juga aku bertatap muka dengan mudabbir yang satunya killer abis dan satu lagi setengah killer yaitu Suherdinal dan Muhammad Gofi Kurniawan.
Budaya di pondok tidak luput yang nama gosop “naklun. Mencuri sandal’’. Sandal mulai dari merk new-era,carvil,daimatu,sualow, jepang sampai merk cunghai pun tetap di gosop.bagiku dan teman-temanku itu hal yang luar biasa yang terjadi di Pondok Pesantren Nurul Falah. Pernah suatu malam bulan ramadhan selesai shalat terawih aku, Rahmat Zulkarnain, Rizal Saryadi, Jumadi dan Sabit kami terkejut ketika mendengar bunyi jaras yang keras.kumpul,,,kumpul,,,kumpul,,,kummpulll..!!! teriak kak Imam Syubani. Beberapa menit kemudian semua santri sudah berkumpul tepat didepan kamar
ustadz Amin.
‘’Ayyuhaa thalaba.Para santri semua”. Kata ustadz Amin “sambil mengeluarkan wajah emosinya”.
Beberapa hari ini saya ke masjid sudah tidak pakai sandal lagi?
Satu hari,dua hari, tiga hari. Saya masih sabar sekarang sudah satu minggu saya ke masjid tidak memakai sandal.
Thayib.Baiklah. saya minta tolong kejujuran dari kalian semua. Siapa diantara kalian semua yang pernah memakai sandal saya?
Semua santri diam dan membisu. ‘’Ayo cepat ngaku siapa yang pernah memakai sandal ustadz’’.kata kak Imam Syubani.
Semua santri masih tetap diam dan membisu. Tak ada satu orang pun diantar semua santri yang mau mengaku. Malam semakin larut dan mencekam, tak ada lagi canda tawa dan senyum yang keluar dari mulut ustadz Amin.
Thayib, Baiklah.jika tidak ada diantara kalian yang mau mengaku. Kata ustadz Amin. Sambil berbalik arah menuju ke kamarnya. Tiba-tiba ustadz Amin datang lagi dari balik pintu kamarnya sambil membawa satu gantungan pakaian berbahan plastik.
Kom jamian.Berdiri semua. Buat satu barisan memanjang, tanpa terkecuali
mudabbir juga. Triak ustadz Amin.
Irfaq rijlukum. Angkat kaki kalian”.
Satu persatu telapak kaki santri dipukul oleh ustadz Amin menggunakan gantungan pakaian. Tidak berapa lama kemudian gantungan pakaian pun patah berkeping-keping karena menghantam telapak kaki-kaki santri yang kasar,tebal bahkan sudah kebal karena setiap hari bertemu dengan rotan.
ustadz Amin.
‘’Ayyuhaa thalaba.Para santri semua”. Kata ustadz Amin “sambil mengeluarkan wajah emosinya”.
Beberapa hari ini saya ke masjid sudah tidak pakai sandal lagi?
Satu hari,dua hari, tiga hari. Saya masih sabar sekarang sudah satu minggu saya ke masjid tidak memakai sandal.
Thayib.Baiklah. saya minta tolong kejujuran dari kalian semua. Siapa diantara kalian semua yang pernah memakai sandal saya?
Semua santri diam dan membisu. ‘’Ayo cepat ngaku siapa yang pernah memakai sandal ustadz’’.kata kak Imam Syubani.
Semua santri masih tetap diam dan membisu. Tak ada satu orang pun diantar semua santri yang mau mengaku. Malam semakin larut dan mencekam, tak ada lagi canda tawa dan senyum yang keluar dari mulut ustadz Amin.
Thayib, Baiklah.jika tidak ada diantara kalian yang mau mengaku. Kata ustadz Amin. Sambil berbalik arah menuju ke kamarnya. Tiba-tiba ustadz Amin datang lagi dari balik pintu kamarnya sambil membawa satu gantungan pakaian berbahan plastik.
Kom jamian.Berdiri semua. Buat satu barisan memanjang, tanpa terkecuali
mudabbir juga. Triak ustadz Amin.
Irfaq rijlukum. Angkat kaki kalian”.
Satu persatu telapak kaki santri dipukul oleh ustadz Amin menggunakan gantungan pakaian. Tidak berapa lama kemudian gantungan pakaian pun patah berkeping-keping karena menghantam telapak kaki-kaki santri yang kasar,tebal bahkan sudah kebal karena setiap hari bertemu dengan rotan.
Gantungan baju sudah patah berkeping-keping. Ustadz Amin balik lagi menuju kamarnya dan langsung mengambil rotan kecil. Terus memukul lagi kaki-kaki santri dengan wajah emosi. Bagi yang sudah kena sanksi, masuk ke asrama masing-masing dan tidur.kata ustadz Amin.
Malam semakin larut dan tak bersahabat. Dari jendela asrama kulihat ustadz Amin dari kepala,wajah sampai ketubuhnya mengeluarkan keringat sambil mengatur nafasnya. Mungkin dia letih habis memberi sanksi kepada ratusan santriwan PPNF.
“Tobur. Antri”. Budaya yang satu ini hampir setiap hari kami temukan dipondok, bahkan setiap waktu. Mulai dari antri makan didapur, antri masuk toilet dan wudhu. Hingga suatu ketika aku dan sepupuku yaitu Sabit, mau makan di dapur aku pun terkejut begitu melihat banyaknya santri-santri antrian untuk mendapatkan nasi dan lauk. Tahu kah kau kawan? Antriannya cukup panjang dari ratusan santri aku tidak tahu diposisi berapa aku, entah itu diposisi kelima puluh, kelima belas, kedua puluh lima atau tujuh puluh. Siapa yang duluan datang ke dapur terus meletakkan piring di tempat pembagian nasi dan lauk maka dia lah yang diposisi pertama untuk mendapatkan nasi dan lauk diposisi selanjutnya juga begitu. Waktu makan malam pertama kali di pondok aku dan sepupuku berada diantrian pada posisi paling belakang, perutku sangat lapar harus menunggu lama pada antrian tersebut. Sehingga saat tiba di tempat pembagian nasi dan lauk aku dan sepupuku kebagian nasi sedikit. Tetapi tidak apa-apa walau sedikit yang penting aku dan sepupuku bisa makan malam, perut kami berdua sangat lapar.
Pagi ba’damuhadasah. Teng...teng...teng!!! lonceng berbunyi. Waktunya sarapan pagi. Aku sedang mencari piring dan sendokku didalam lemari tetapi tidak ada, aku tanya pada sepupuku.
Boi ka ade ngeliet piring kek sendokku dak? Boi kamu ada melihat piring dan sendokku ngak?
Aku pun tak tahu kemana piring dan sendokku, mungkin dipakai teman yang lain. Aku mulai bingung mau makan pakai tempat apa, berjalan menuju dapur dengan tangan kosong tidak membawa piring dan sendok. Tiba-tiba boi dak ketemu piring ka ok? Tidak kamu temukan piringmu ya? Tanya Sabit. “Dak
boi. Tidak boi”.
Ya sudah, ini kita sarapan sama-sama.kata sabit.
Malam semakin larut dan tak bersahabat. Dari jendela asrama kulihat ustadz Amin dari kepala,wajah sampai ketubuhnya mengeluarkan keringat sambil mengatur nafasnya. Mungkin dia letih habis memberi sanksi kepada ratusan santriwan PPNF.
“Tobur. Antri”. Budaya yang satu ini hampir setiap hari kami temukan dipondok, bahkan setiap waktu. Mulai dari antri makan didapur, antri masuk toilet dan wudhu. Hingga suatu ketika aku dan sepupuku yaitu Sabit, mau makan di dapur aku pun terkejut begitu melihat banyaknya santri-santri antrian untuk mendapatkan nasi dan lauk. Tahu kah kau kawan? Antriannya cukup panjang dari ratusan santri aku tidak tahu diposisi berapa aku, entah itu diposisi kelima puluh, kelima belas, kedua puluh lima atau tujuh puluh. Siapa yang duluan datang ke dapur terus meletakkan piring di tempat pembagian nasi dan lauk maka dia lah yang diposisi pertama untuk mendapatkan nasi dan lauk diposisi selanjutnya juga begitu. Waktu makan malam pertama kali di pondok aku dan sepupuku berada diantrian pada posisi paling belakang, perutku sangat lapar harus menunggu lama pada antrian tersebut. Sehingga saat tiba di tempat pembagian nasi dan lauk aku dan sepupuku kebagian nasi sedikit. Tetapi tidak apa-apa walau sedikit yang penting aku dan sepupuku bisa makan malam, perut kami berdua sangat lapar.
Pagi ba’damuhadasah. Teng...teng...teng!!! lonceng berbunyi. Waktunya sarapan pagi. Aku sedang mencari piring dan sendokku didalam lemari tetapi tidak ada, aku tanya pada sepupuku.
Boi ka ade ngeliet piring kek sendokku dak? Boi kamu ada melihat piring dan sendokku ngak?
Aku pun tak tahu kemana piring dan sendokku, mungkin dipakai teman yang lain. Aku mulai bingung mau makan pakai tempat apa, berjalan menuju dapur dengan tangan kosong tidak membawa piring dan sendok. Tiba-tiba boi dak ketemu piring ka ok? Tidak kamu temukan piringmu ya? Tanya Sabit. “Dak
boi. Tidak boi”.
Ya sudah, ini kita sarapan sama-sama.kata sabit.
Dalam hati aku berkata :
Ya Allah terima kasih pagi ini aku mendapatkan rizky dariMU yang Kau berikan melalui temanku yaitu sabit. Mudah-mudahan Kau balaskan kebaikannya.
Aku langsung sarapan pagi bersama sepupuku, mulai saat itu aku tidak akan melupakan kebaikanmu sobat. Setelah sarapan kami berdua bergegas untuk pergi ke sekolah agar tidak terlambat.
Waktu berjalan silih berganti, dari hari kehari,minggu ke minggu bahkan bulan kebulan. Kami berdua selalu bersama-sama mulai dari makan di dapur, ke kantin, tidur satu kasur, ke masjid, berolahraga bahkan kami berdua saling pinjam pakaian dan celana, saat pakaian dan celanaku basa belum kering
dijemur, begitu pula sebaliknya. Suatu ketika aku sedang memakai baju kemeja punya sabit sambil berjalan menuju sirka.kantin. Dari arah belakangku, aku mendengar ada suara seorang santriwati memanggil
Sabit,,,bit, oh sabit!!!
Berhenti sejenak aku berjalan, lalu Aku pun langsung berbalik arah serta memberi pandangan wajahku kepadanya, dan dia terkejut.
Maaf akhi saya salah orang. Dia menjawab sambil tersenyum.
Iya ngak apa-apa. Kataku.
Setelah kejadian tersebut aku pun langsung bercerita kepada Sabit. Dan Sabit tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku.
Muhadasah, percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih. atau muhadasah juga sering dilakukan santri dan santriwati PPNF digunakan untuk pelajaran tambahan seperti kursus bahasa arab setelah shalat subuh dan bahasa inggris setelah makan siang dengan dibimbing oleh masing-masing ustadz atau ustadzah.
Ba’da shalat subuh aku, Sabit, Rizal, Rahmat Zulkarnain, Wirando, Marzuriyanto, Fajar, Rendi, Agus Tomi, Yuanda dan teman yang lain. Kami langsung bertolak ke rumah ustadz Sopian untuk muhadasah bahasa arab.
Triak ustadz Sopian “maa haza? apa ini?”. Sambil memegang kamus bahasa Arab.
Kami menjawab dengan penuh semangat dan mengatakan secara serentak padahal mata kami di campur dengan ngantuk serta ingin tidur lagi setelah shalat subuh tersebut.
“Zalikaa kitaabun...itu kitab.
“qulliduba’di”,katakan bersama-sama. Kata ustadz Sopian.
“Taallama yaa taallamu”. Belajar.
Kami langsung mengangkat dagu serta wajah kami dengan penuh semangat sambil mengulangi kosakata yang disebut ustadz Sopian sampai sepuluh kali.
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
Ya Allah terima kasih pagi ini aku mendapatkan rizky dariMU yang Kau berikan melalui temanku yaitu sabit. Mudah-mudahan Kau balaskan kebaikannya.
Aku langsung sarapan pagi bersama sepupuku, mulai saat itu aku tidak akan melupakan kebaikanmu sobat. Setelah sarapan kami berdua bergegas untuk pergi ke sekolah agar tidak terlambat.
Waktu berjalan silih berganti, dari hari kehari,minggu ke minggu bahkan bulan kebulan. Kami berdua selalu bersama-sama mulai dari makan di dapur, ke kantin, tidur satu kasur, ke masjid, berolahraga bahkan kami berdua saling pinjam pakaian dan celana, saat pakaian dan celanaku basa belum kering
dijemur, begitu pula sebaliknya. Suatu ketika aku sedang memakai baju kemeja punya sabit sambil berjalan menuju sirka.kantin. Dari arah belakangku, aku mendengar ada suara seorang santriwati memanggil
Sabit,,,bit, oh sabit!!!
Berhenti sejenak aku berjalan, lalu Aku pun langsung berbalik arah serta memberi pandangan wajahku kepadanya, dan dia terkejut.
Maaf akhi saya salah orang. Dia menjawab sambil tersenyum.
Iya ngak apa-apa. Kataku.
Setelah kejadian tersebut aku pun langsung bercerita kepada Sabit. Dan Sabit tertawa terbahak-bahak mendengar ceritaku.
Muhadasah, percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih. atau muhadasah juga sering dilakukan santri dan santriwati PPNF digunakan untuk pelajaran tambahan seperti kursus bahasa arab setelah shalat subuh dan bahasa inggris setelah makan siang dengan dibimbing oleh masing-masing ustadz atau ustadzah.
Ba’da shalat subuh aku, Sabit, Rizal, Rahmat Zulkarnain, Wirando, Marzuriyanto, Fajar, Rendi, Agus Tomi, Yuanda dan teman yang lain. Kami langsung bertolak ke rumah ustadz Sopian untuk muhadasah bahasa arab.
Triak ustadz Sopian “maa haza? apa ini?”. Sambil memegang kamus bahasa Arab.
Kami menjawab dengan penuh semangat dan mengatakan secara serentak padahal mata kami di campur dengan ngantuk serta ingin tidur lagi setelah shalat subuh tersebut.
“Zalikaa kitaabun...itu kitab.
“qulliduba’di”,katakan bersama-sama. Kata ustadz Sopian.
“Taallama yaa taallamu”. Belajar.
Kami langsung mengangkat dagu serta wajah kami dengan penuh semangat sambil mengulangi kosakata yang disebut ustadz Sopian sampai sepuluh kali.
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
“Taallama yaa taallamu”
Seiring berjalan meneriakkan kosakata tersebut pelan-pelan ngantukku mulai hilang,begitu pula Sabit, Rahmat Zulkarnain, Rizal maupun teman yang lain. Kosakata “Taallama yaa taallamu”merupakan Muhadasah, yang pertama kali aku dapatkan di PPNF ba’da subuh. Muhadasah telah selesai dan kami semua diperbolehkan ustadz Sopian untuk pergi ke “sakan”. Asrama/tempat.Setelah muhadasah kegiatan selanjutnya bebas, mau olahraga, nyuci pakaian,melanjutkan tidur, gangguin teman, kejar-kejaran serta piket asrama. Kegiatanku setelah muhadasah biasanya aku mencuci baju dan langsung mandi supaya tidak terlambat antrian di dapur, sedangkan sepupuku Sabit biasanya melanjutkan tidurnya atau gangguin teman yang lagi tidur.
Pada buku “kutib”. Buku saku atau kosakata. Punya Sabit, dia menulis sebuah kata dihalaman pertama pada buku kutib tersebut.
Pada buku “kutib”. Buku saku atau kosakata. Punya Sabit, dia menulis sebuah kata dihalaman pertama pada buku kutib tersebut.
Sabit and Pitro
We love Tanjung Sangkar
Bagi kami seorang santriwan maupun santriwati PPNF buku kutib tersebut sangat penting karena didalam buku tersebut terdapat catatan kosakata berupa bahasa arab dan inggris, dari apa yang kami dapat lalu dicatat pada saat muhadasahatau dari kamus serta hasil bertanya sama senior. Bahkan buku tersebut wajib untuk dibawa kemanapun kami pergi, ke kantin, sekolah, taman serta kamar mandi. Jika kami ketahuan mudabbirtidak membawa buku kutibtersebut maka kami harus siap menerima sanksi ditempat berupa pus-up,cubit bahkan telinga kami dijewer.
Buku kutib Sabit sedang tergeletak diatas meja kelas, dari kejahuan kulihat ada salah satu seorang santriwati membuka buku tersebut mungkin dia membaca tulisan tersebut pada halaman pertama. Lalu dia memanggil Sabit ketika Sabit lagi asik bercanda denganku. Dan bertanya.
Sabit haza kitabbuka?Sabit ini bukumu?
Na’am yaa “ukthi”. Iya ya ukthi.
Anta wa Pitro min Tanjung Sangkar? Kamu dan Pitro dari Tanjung Sangkar?
Na’am nahnu min Tanjung Sangkar? Iya kami dari Tanjung Sangkar?
Setelah bertanya seperti itu, aku dan Sabit langsung ke kantin untuk beli cemilan. Di kantin kami bertemu dengan penjaga kantin yaitu kak Eko, e...e...e Sabit, Pitro kalian kalau kemana-mana selalu berdua. Kata kak Eko.
Hmm,,, na’am kak. Kataku.
Sabit haza kitabbuka?Sabit ini bukumu?
Na’am yaa “ukthi”. Iya ya ukthi.
Anta wa Pitro min Tanjung Sangkar? Kamu dan Pitro dari Tanjung Sangkar?
Na’am nahnu min Tanjung Sangkar? Iya kami dari Tanjung Sangkar?
Setelah bertanya seperti itu, aku dan Sabit langsung ke kantin untuk beli cemilan. Di kantin kami bertemu dengan penjaga kantin yaitu kak Eko, e...e...e Sabit, Pitro kalian kalau kemana-mana selalu berdua. Kata kak Eko.
Hmm,,, na’am kak. Kataku.
Di pondok aku dan Sabit mengikuti ekstrakulikuler senam dan pencak silat tapak suci, mau ikut olahraga sepak bola kebanyakan orang jadi aku dan Sabit memutuskan untuk ikut pencak silat dan senam. Pada olahraga pencak silat ada Rizal, aku, Sabit Ningsing, Jumro, Aris, Sari Asih dan teman yang lain. Sedangkan senam ada Fathur Rahman, Marzuriyanto, aku, Sabit, Ningsih, Nova, Sari Asih, Siti Fatonah serta teman yang lainnya. Pagi sabtu kegiatan biasanya yaitu senam, jika senam selalu aku, Sabit, Fatur Rahman dan Rizal sedangkan santriwatinya Nova, Sari Asih, Ningsih yang ditunjuk ustadz maju kedepan untuk mengomando senam.
Sabit... wa Pitro.....! ustad maju kedepan. Triak salah satu dari santriwati yang terdengar di belakang dari kerumunan orang banyak. Ayoo....! Tanjung Sangkar duet maju kedepan. Kata kak Gofi.Pelan-pelan aku dan Sabit maju kedepan serta diikuti oleh Rizal dan Fatur Rahman, dengan wajah seperti orang malu-malu kucing. Waktu latihan pencak silat salah satu dari teman
kami yaitu Ningsih berkata.
“Sabit kek Pitro ne, ase ku bedue terus ok?”. “Sabit sama Pitro ini,perasaanku berduaan terus ya?”. Matanya sambil melirik kearah teman yang lain.
“Nafaroni, berdua”. Setelah shalat magrib yaitu makan malam. Piring Sabit saat itu pecah karena disenggol dari teman yaitu Muhammad Irak namanya. Suasana di dapur saat itu ramai, perut lapar ditambah lagi piring Sabit kena senggol, tanpa berpikir panjang Sabit pun langsung menghajar Muhammad Irak dengan wajah emosinya. Kulihat dapur semakin ramai dengan suara santri. “Idrib, pukul!”.
“Idrib...!”
“Idrib...!”
”Idrib...!”
Tanpa berpikir panjang juga, aku langsung membantu sepupuku itu dan memukul Muhammad Irak dengan sekuat tenaga yang aku punya. Suasana semakin ribut. Tak seorangpun dari santriwan yang mau meleraikan kami bertiga, hanya aku dengar kata idrib dari mereka. Suddenly. Tiba-tiba, datang beberapa mudabir kismul amnii, yaitu Suherdinal, Muhammad Gofi Kurniawan dan Muslim. Ada apa
ini ribut-ribut. Kata Suherdinal. Dengan wajah sangar-nya, tanpa tanya apa salah kami bertiga mungkin dia sudah tahu, lalu dia langsung menampar kami bertiga. “Per,,,per,,,per”, suara tamparan.
Kami bertigapun diam saat itu dengan wajah merah karena melangggar salah satu peraturan pondok yaitu “dilarang berkelahi”, ditambah habis terkena tamparan kak Suherdinal semakin memerah wajah kami serta ekspresi wajah takut yang keluar dari aura wajah kami bertiga.
“Sudah gak usah ribut lagi, sana makan bentar lagi shalat isya, kata kak
Suherdinal”.
Dengan muka cemberut, aku masuk tempat antrian serta berkata. “Akhi nafaroni ana wa Sabit, Akhi berdua saya dan Sabit”. Setelah dapat makan malam aku dan sepupuku itu cepat-cepat makan mengingat perut kami berdua sudah lapar dan lauknya “dajajatun, ayam”. Mantap, semakin semangat
makan malamnya walaupun badan sakit-sakitan habis berkelahi.
Ba’da ”akkulu, makan”. Para santriwan semua sudah berhamburan untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat isya. “Allahhuakbar...Allahhuakbar...!”. Suara azan terdengar dari menara masjid PPNF. Sesudah shalat isya biasanya ada pembacaan nama-nama yang melanggar peraturan pondok, untuk masuk ke “mahkamah, tempat persidangan”. Ada yang masuk mahkamah kismul lugoh, kismul amni serta kismul yang lainnya. Kismul lugoh biasanya dibacakan oleh kakak Rusmadi.
Assalamua’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh...
‘’Ayyuhaa thalaba.Para santri semua”. Kata kak Rusmadi
“Thayib, baiklah”.Saya akan membacakan nama-nama yang masuk mahkamah kismul lugoh malam iniba’da shalat isya nanti langsung ke mahkamah yaitu :
Bindro Lipur, Sugandi dinata, Rahmat Zulkarnain, Fajar, Midun, Agus Tomi dan Wirando.
Jangan gubar dulu ada pengumuman lagi dari kismul amni. Kata kak Rusmadi.
Assalamua’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh...
Dengan senyum wajahnya yang kas kak Gofi membaca pengumuman tersebut.
“Thayib, baiklah”. Bagi nama yang di sebut harap masuk ke mahkamah kismul amni, yaitu :
Sabit, Pitro, dan Muhammad Irak.
Terima kasih atas waktu yang telah diberikan kepada kami.
Wassalamua’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.
Dalam hatiku berkata :
Ini pasti ada kaitannya dengan perkelahian aku, Sabit versus Muhammad Irak. Hatiku menjadi dag dig dug saat itu, pembuluh darahku seakan berhenti detik itu juga dan tak mengalir lagi, mukaku menjadi merah seperti habis kena bakar. Padahal belum masuk mahkamahbaru mendengar nama kismul amnisaja hatiku sudah berdebar-debar seperti orang galau. Aku sudah membayangkan dalam pikiranku bagaimana nanti nasib aku dan sepupuku itu ketika berada di mahkamah kismul amni tersebut. Karena berdasarkan observasi-ku terhadap teman-temanku yang masuk ke mahkamahkismul amnikatanya kurang lebih mencekam, mengerikan bahkan phobia.
“krek...krekk...”. suara pintu. Pelan-pelan aku membuka pintu, serta diikuti oleh Sabit dan Muhammad Irak sambil mengucapkan.
Assalamu’alaikum... akhi.
Wa’alaikumsalam, “tafaddol udhul, silakan masuk”. Kata kak Suherdinal.
Sebelum kami disidangkan biasanya diabsen dulu, untuk mengecek sudah hadir semua, apa belum. Sugandi dinata hadir kak, Pitro Saputra hadir kak, dan seterusnya. Thayib, untuk Sabit, Pitro, dan Muhammad Irak maju kedepan dulu.
“Maza hatoq ukum, apa kesalahan kalian?”. Kata kak Suherdinal.
“Aroftum, kalian tahu?’.
“Na’am ya akhi arofna, iya akhi kami tahu. Kataku.
Tadi barusan di dapur selesai shalat magrib kami berkelahi So!, kaliankan sudah tahu kesalahan kalian. Dan berkelahi itu termasuk pelanggaran menengah serta kalian juga sudah tahu berapa poin jika melanggar peraturan pondok salah satunya “berkelahi”. Bearti kalian sudah siap untuk diberi sanksi, siap ga? Kata kak Suherdinal.
Dengan serempak kami bertiga menjawab, siap akhi.
Wa’alaikumsalam, “tafaddol udhul, silakan masuk”. Kata kak Suherdinal.
Sebelum kami disidangkan biasanya diabsen dulu, untuk mengecek sudah hadir semua, apa belum. Sugandi dinata hadir kak, Pitro Saputra hadir kak, dan seterusnya. Thayib, untuk Sabit, Pitro, dan Muhammad Irak maju kedepan dulu.
“Maza hatoq ukum, apa kesalahan kalian?”. Kata kak Suherdinal.
“Aroftum, kalian tahu?’.
“Na’am ya akhi arofna, iya akhi kami tahu. Kataku.
Tadi barusan di dapur selesai shalat magrib kami berkelahi So!, kaliankan sudah tahu kesalahan kalian. Dan berkelahi itu termasuk pelanggaran menengah serta kalian juga sudah tahu berapa poin jika melanggar peraturan pondok salah satunya “berkelahi”. Bearti kalian sudah siap untuk diberi sanksi, siap ga? Kata kak Suherdinal.
Dengan serempak kami bertiga menjawab, siap akhi.
Angkat paha kalian? Pertama Sabit dulu maju satu langkah kehadapan kak Suherdinal sambil mengangkat satu paha kanannya. Tanpa basa-basi lagi kak Suherdinal langsung memukul paha Sabit dengan anak rotan sampai sepuluh kali.
Bes...bes...bes (suara pukulan rotan).
Akupun sudah membayangkan pasti sepupuku merasakan sangat sakit ketika dipukul pakai rotan, apalagi giliran aku nanti pasti lebih sakit lagi karena bentuk postur tubuhku yang kecil serta kurus kering seperti busung lapar dan paha ku yang kecil dipukuli dengan rotan sudah jelas sakit. Terlintas dalam benak pikiranku.
Setelah Sabit yang diberi sanksi sekarang urutan kedua giliran Muhammad Irak yang maju kehadapan kak Suherdinal, kulihat dengan bibir gemetaran serta wajah pucat yang muncul pada Muhammad Irak. Jumlah pukulan yang diberi kepada Muhammad Irak juga sama sepeti Sabit sepuluh kali. “Pitro takoddam ilalhamam, Pitro maju kedepan”. Kata kak Suherdinal.
Kali ini diurutan ketiga aku yang maju kedepan. Ayo cepat Pitro angkat paha kanan ente. Kata kak Suherdinal. Jangan lesu, harus tetap semangat siapa suruh kalian melanggar peraturan pondok. Kata kak Gofi. Bes...bes...bes.
Tidak cukup hanya dengan dirotan saja hukuman buat kami bertiga yang diberikan oleh kismul amni. Ternyata masih ada lagi kawan, yang pertama baru kak Suherdinal memberi sanksi kepada kami bertiga selanjutnya kak Gofi hukuman yang diberikan kepada kami bertiga yaitu cubitan dida sampai dadaku, Sabit dan Muhammad Irak luka bekas cubitan jari kak Gofi. Selanjutnya giliran kak Muslim yang memberi Sanksi kami bertiga.
Kalian bertiga mau diberi hukuman apalagi, supaya kalian kapok dan tidak melanggar peraturan pondok yaitu berkelahi salah satunya maupun peraturan lainya. Kata kak Muslim. Sabit pun menjawab, terserah kak Muslim aja mau memberi hukuman apa. Kami bertiga siap menerima karena kami memang salah.
Bagus ane suka gayamu Sabit. Kata kak Muslim.
Sekarang ambil posisi pus-upkalian pus-up sampai seratus kali dan kalian hitung yang keras secara bersamaan pus-upnya. Kami bertiga langsung mengampil posisi pus-up, posisiSabit ditengah aku disebelah kanan Sabit sedangkan muhammad Irak disebelah kiri Sabit.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delepan, sembilan, sepuluh dan
seterusnya.
Setelah pus-up tubuh kami bertiga bercucuran keringat seperti orang habis mandi serta nafas yang ngos-ngosan. Bagaimana rasanya capek? Kata kak Gofi Lalu aku membisikan ketelinga Sabit “bilang saja boi tidak capek, takut nanti jika kita bilang capek makin ditambah hukuman kita”. Tidak kak.
Thayib,sebenarnya apa sih untung kalian berkelahi? Di “maahad, pondok”.
Tujuan kita jauh-jauh dari kampung halaman datang ke maahad bukan untuk berkelahi melainkan untuk menuntut ilmu supaya berguna bagi bangsa dan negara. Apalagi Sabit sama Pitro ini jauh-jauh datang dari Tanjung Sangkar, kamu juga Muhammad Irak jauh-jauh dari Lubuk Besar datang kesini harus bersemangat belajar jangan berkelahi saja yang bersemangat. Coba kalian pikir orang tua kalian susah mencari uang untuk membiayai kalian bersekolah di PPNF ini, agar kalian menjadi anak yang sukses suatu saat nanti. Apa kalian gak berpikir padahal kalian biasanya kalau makan lauk tempe, semua makan tempe, lauk ayam semua makan ayam, bahkan hal tersebut yang membuat kalian semua serba bersama-sama di maahad ini serta saling kerja sama dalam berbuat baik bukan berbuat dosa.
“Pahimtum, kalian mengerti”.
“Pahimna akhi, kami mengerti akhi”.
Kami bertiga hanya bisa terdiam dan membisu diberi nasehat seperti itu oleh kak Gofi. Tak tahu apakah masuk apa tidak kedalam pikiran kami bertiga atau masuk telinga kanan keluar telinga kiri barang kali.
Ya sudah sana balik ke kamar masing-masing, dan lakukan kegiatan selanjutnya belajar. Besok-besok jangan melanggar lagi, kalau kalian masuk mahkamah kismulamni lagi akan saya kasih sanksi lebih keras lagi dari pada malam ini.Ancaman yang keluar dari mulut kak Gofi buat kami bertiga.
Maulid nabi Muhammad SAW, di pondok biasanya ada kegiatan seperti, perlombaan kebersihan antar kamar, lomba pidato antar perwakilan kabupaten masing-masing santri, lomba dibidang olahraga antar perwakilan kabupaten masing-masing santri, mengaji serta membaca puisi. Aku mengikuti perlombaan pidato bahasa inggris sedangkan sepupuku Sabit juga mengikuti perlombaan pidato tetapi dia kata gori pidato bahasa daerah yang akan dia sampaikan menggunakan bahasa kampung halaman kami tercinta yaitu Tanjung Sangkar.
Prok...prok..prok suara tepuk tangan santriwan didepan asrama sambil
berkata.
berkata.
Ayoooo....Sabit Tanjung Sangkar semangat “pakai bahasa kampung ikak, gunakan bahasa kampung kalian”. Dengan senang hati sepupuku itu langsung naik keatas podium yang telah disediakan panitia serta memberi senyum kepada teman-teman dan judul pidatonya “Hekulah bener-bener men nek jadi urang, sekolah benar-benar kalau mau jadi orang”.
Prokkk.....prokkk suasana makin ramai seperti dibis kota.
Ba’da pidato bahasa indonesia dilanjutkan pidato bahasa inggris dengan cara dirandom. Thayib, langsung saja kita panggil orator yang pertama dia adalah Pitro Saputra perwakilan dari Bangka Selatan. Prok...proksuara tepuk tangan semakin bergemuru seolah-olah suara guntur.
“Ayo boi pakailah bahasa inggris k yang agak kekampong-kampong, ayo boi gunakan bahasa inggris kamu seperti kekampung-kampungan”. Kata Sabit.
Dengan wajah sedikit tengang pelan-pelan aku menarik napas supaya tidak kelihatan kalau aku gemetaran, serta aku atur posisi peciku supaya mirip dengan gaya peci bung Karno. Aku juga memakai dasi dan jas supaya penampilan aku benar-benar mirip seperti sang idolaku “bung Karno”. Kulangkahkan kakiku kedepan podium sambil melirik kearah teman-temanku dan mengepal tangan kananku sekuat-kuatnyamenunjuk keatas langit sambil berkata.
Bismillahhirrahmanirrahim
Bismillahhirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh.....
Thayib, saya akan berpidato hari yang saya beri judul “To Study” belajar.
Prokk...prok...prokk...suara tepuk tangan santri.
Ayo Bangka Selatan semangat, takbir Allahhuakbar. Kata Sabit.
Aku berpidato semakin semangat walaupun suara aku sampai serek yang penting tampil buat Bangka Selatan khususnya Tanjung Sangkar.
Setelah pidato selesai tibalah acara yang ditunggu-tunggu, yaitu pengumuman pemenang perlombaan pidato antara kabupaten.
Assalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh.....Kata kak Syahrul bahri sebagai panitia perlombaan pidato.
Thayib, saya akan mengumumkan hasil pemenang pidato tiga bahasa, yaitu bahasa indonesia, arab, dan inggris antar kabupaten.
Yang pertama katagori pidato bahasa indonesia juara satu pemenangnya adalahhhhhhhhhhhhhhh..........Alay perwakilan dari Bangka Selatan.
Hore...horeee....prokk....prokkk teriak pendukung dari Bangka Selatan. Dan yang kedua pemenangnya dari Bangka Tengah serta ketiga dari Bangka Induk.
Selanjutnya akan saya umumkan katagori pidato bahasa inggris juara pertama jatuh pada Syukron Faidzin perwakilan dariiiii.......Bangka Induk.
Prokkk....prokkkk...suara tepuk tangan semakin bergemuru dari tim Bangka Induk. Dan yang kedua adalahhhh....Pitro Saputra perwakilan dari Bangka Selatan. Yes....yess...yes aku menang boi sambil berkata kepada Sabit. Serta juara ketiga diraih dari perwakilan Pangkalpinang. Setelah pengumuman
selesai dilanjutkan pembagian hadiah, pelan-pelan aku buka isi kardus yang terbungkus warna cokelat.Lalu aku melihat ada bungkusan warna putih yang tak lain dan tak bukan itu adalah “makrun, mie goreng”. Yang berjumlah sepuluh bungkus, makrun sepuluh bungkus tersebut aku bagikan kepada teman-teman dari Bangka Selatan meskipun tidak dapat semuanya. Karena tanpa teman-teman dari Bangka Selatan yang memberi semangat mungkin saya tidak memenangkan perlombaan tersebut. Terima kasih kepada teman-teman dari Bangka Selatan sudah teriak-teriak memberi semangat buat aku sampai suaranya serek yang tidak bisa saya sebut satu persatu.
Uji mental yang dituju kepada santriwan PPNF agar santriwan tidak penakut terhadap hal-hal yang misteri. Kegiatan ini biasanya sudah dibentuk panitianya oleh ustadz, panitianya yaitu mudabbir. Kegiatan tersebut bertepatan pada malam jum’at. Hmm, aku sudah membayangkan serem apa ga itu
nanti saat dilapangan uji mentalnya. Waktu berjalan hari kehari, minggu keminggu hingga akhirnya tiba waktu yang dinanti-nanti yaitu uji mental.
Tidur biasanya jam 22.00 WIB dikarenakan ada kegiatan uji mental kami para santriwan disuruh mudabbir tidur lebih awal sekitar jam 21.00 WIB terus dibangunin jam 24.00 WIB secara acak. Pikiran aku malam itu menjadi tak tenang, tidurpun susah aku lagi membayangkan bagaimana nanti aku ketika berada ditengah-tengah hutan gelapnya malam, tak tahu ada ular nanti yang menggigit kakiku, ada pocong bahkan kuntilanak yang tertawa terbahak-bahak ketika melihat tubuhku kurus, kecil seperti busung lapar. Aku berdoa didalam hati.
Ya Allah lindungilah hambamu dari godaan setan yang ingin mengganggu kegiatan uji mental aku dan teman-temanku malam ini, mudah-mudahan berjalan dengan lancar. Amin.
Pelan-pelan aku memaksakan mataku supaya tidur, tidur dan tidur serta disaat
aku bangun nanti listriknya mati.
Dek...dek..dek bangun dek. Salah satu mudabbirsedang membangunkan aku. Mataku gelap saat aku bangun dari tidurku karena stopcontact lampu dimatiin dari mudabbir. Ayo dek langsung jalan aja kearah hutan dan ikutin terus lilin yang ada didepanmu. Aku mulai berjalan masuk kehutan lilin demi lilin aku temukan didalam perjalanan aku. “Suddenly, tiba-tiba”.
Huaaahhhhh.....muncul satu pocong dihadapanku, bulu kudukku langsung bangkit detak jantungku dag dig dug, keringat bercucuran keluar dari tubuhku. Pelan-pelan aku perhatikan wajah pocong tersebut, ternyata itu bukan pocong benaran yang tak lain dan tak bukan dia adalah panitia mudabbir yang jadi pocong-pocongan. Setelah melewati beberapa tantangan serta rintangan akhirnya aku tiba digaris finish dengan selamat dan bangga karena telah selesai mengikuti kegiatan uji mental.
Kegiatan uji mental telah selesai sampai jam 04.00 WIB terus penyampaian kesan dan pesan dari setiap santriwan juga telah selesai. Selanjutnya pengumuman hal-hal yang unik dari panitia yang diwakilkan oleh akhi Juanda.
“ikak nek tahu dak gale-gale e?, dari semue ikak ni yang ngikut tes mental malam ni kami panitia ade nengok santri lucu. Wirando name e, saking kenue takut e die bejalan ditempet gelep sambil shalawat, kalian semua ingin tahu ga?, dari semua kalian ini yang ikut tes mental malam ini kami panitia ada melihat santri lucu. Wirando namanya, karena sangat ketakutan dia berjalan ditempat gelap sambil shalawat”.
Sabit ala Pitro
Pitro ala Sabit
Mereka berdua saling nafaroni
Tanjung Sangkar selamanya...
Begitulah syair shalawat Sabit ala Pitro yang dinyayikan oleh Wirando. Para santriwan yang lainnya tertawa terbahak-bahak ketika mendengar pengumuman tersebut.
Semenjak kejadian tersebut aku dan sepupuku itu sering kali di ejek oleh teman-teman di pondok Sabit ala Pitro orang Tanjung Sangkar, di dapur, kamar mandi, masjid bahkan di sekolah mereka mengejek kami. Waktu berjalan silih berganti hari kehari, minggu keminggu bahkan bulan kebulan para santriwati juga ikut-ikutan memanggil kami berdua dengan sebutan Sabit ala Pitro ketika kami berjalan berdua. Dan akhirnya seisi pondok semua tahu tentang Sabit ala Pitro orang Tanjung Sangkar. Sampai sekarang kakak kelas kami maupun adek kelas diatas tiga tahun serta dibawah dua tahun pada tahu Sabit ala Pitro orang Tanjung Sangkar.
Menurut bahasa arab kata “ala” artinya diatas, jadi Sabit ala Pitro bisa diartikan Sabit diatas Pitro atau Sabit lebih tua dari pada Pitro.Jarak umurku dan sepupuku itu tidak terlalu jauh, sekitar dua belas hari lebih tua
Sabit.